1. Tugas Terstruktur (Praktikum)
Secara
mandiri carilah contoh konkret dari sumber referensi yang ada di buku maupun
jurnal tentang peran guru di era digital abad 21 sesuai Standar Teknologi
Pendidikan Nasional untuk Guru (National Educational Technology Standards for
Teacher)/NETS-T! 2
Jawab
:
Contoh
Jurnal Peran Guru di Era Digital Abad 21
Source link :
https://repository.ut.ac.id/6500/1/TING2016ST1-26.pdf
PERAN
GURU DALAM PEMBELAJARAN ERA DIGITAL
Wartomo
Wartomo@ecampus.ut.ac.id
UPBJJ-UT Yogyakarta
Abstrak
Lahirnya komunitas
berbasis pengetahuan digital membawa perubahan besar dalam segala hal. Peran
guru dalam pembelajaran era digital menuntut keahlian guru untuk menerapkan
solusi yang tepat terhadap berbagai permasalahan juga menuntut kemampuan
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Perubahan tersebut membutuhkan
orientasi baru dalam pendidikan, yaitu pendidikan yang menekankan pada
kreativitas, inisiatif, inovatif, komunikasi dan kerjasama. Dalam era digital,
dibutuhkan guru yang mampu mengikuti perkembangan zaman, dapat memainkan
berbagai peran sebagai pembawa perubahan, konsultan pembelajaran; yang memiliki
rasa kemanusiaan dan moral yang tinggi, dan sensitivitas sosial, serta
berpikiran rasional dan jujur, sehingga mampu bekerja dengan baik dalam
lingkungan pendidikan yang dinamis. Artikel ini membahas peran guru era digital
dalam pembelajaran yang dianggap mempengaruhi visi, tanggung jawab,
sensitivitas sosial, kemampuan logika dan kejujuran guru. Semua ini bermuara
pada peran guru di era digital, yaitu sebagai agen perubahan, pembaharuan pengetahuan
dan konsultan pembelajaran. Hasil pembahasan: (1) dalam komunitas digital
global hendaknya paling tidak dilakukan tiga pembelajaran, yaitu Pembelajaran
yang menekankan pada: (a) konstruksi pencarian dan penemuan; (b) kreativitas
dan inisiatif; (c) interaksi dan kerjasama; (2) peran guru dalam pembelajaran
era digital adalah guru sebagai: (a) sumber belajar; (b) fasilitator; (c)
pengelola; (d) demonstrator; (e) pembimbing; (f) motivator; (g) evaluator; (3)
tantangan guru era digital; 4) strategi mengatasi tantangan: guru menjadi
jembatan revolusi. Dengan cara menjadikan dirinya sebagai motivator, yang
menggerakkan anak didik pada sumber belajar yang dapat diakses.
Kata
Kunci: Era digital, komunitas digital global, agen
perubahan
A. PENDAHULUAN
Kenyataan masih memprihatinkan yang terjadi
pada dunia pendidikan kita adalah kemajuan zaman tidak berbanding lurus dengan
kemajuan guru. Kita pun masih menyaksikan realitas yang kontras antara guru dan
murid. Murid sudah sedemikian maju dalam iklim digital, sementara guru masih
berkutat pada tradisi tekstual. Guru sekarang masih banyak memakai produk
80-an, sementara muridnya sudah memakai produk kontemporer. Akibatnya, para
murid berbeda secara radikal dengan para guru, karena banyak terjadi ketidaknyambungan
di sana-sini.
Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi sangat cepat dalam satu dasa warsa terakhir ini.
Perkembangan ini dipastikan menyentuh, bahkan melahirkan orientasi baru pada
semua bidang kehidupan manusia, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum,
maupun pendidikan. Telah terjadi pergeseran dari era pengetahuan, ke era
informasi dan komunikasi. Transisi dari komunitas berbasis pengetahuan ke
komunitas berbasis informasi dan komunikasi membawa perubahan yang dramatis,
terutama dalam hal, bagaimana informasi dikonstruksi menjadi pengetahuan yang
dapat dikomunikasikan dengan cepat dan secara luas kepada semua warga negara,
sehingga tidak ada warga negara yang terisolasi dalam informasi.
Menjadi guru di abad 21
berbeda dengan guru di abad 20-an. Di era digital seperti sekarang ini,
eksistensi guru tidak lagi dilihat dari kharismanya semata. Karim dan Saleh
Sugiyanto (2006). Lebih dari itu, bagaimana seorang guru mampu berkomunikasi
dan beradaptasi mengikuti arah tangan zaman. Guru di era digital dituntut mampu
berinovasi dan berkreasi, karena sistem pembelajaran tahun 80-an sudah tidak
diterima oleh anak didik zaman sekarang.
Tapscott, (1997) akibat
perkembangan teknologi internet dan kemajuan teknologi digital yang telah
terakselerasi , informasi, dan pengetahuan menjadi bersifat sementara dan
singkat. Pengetahuan yang bersifat sementara membutuhkan pembaharuan secara
konstan, perkembangan dan peningkatan kemampuan pribadi. Kemajuan ini
mempengaruhi dunia pendidikan secara mendasar, dari cara pandang terhadap
pengetahuan, sampai dengan bagaimana pengetahuan itu diajarkan di depan kelas.
Hal ini juga tentu berpengaruh terhadap dunia pendidikan guru dan tenaga
kependidikan, terutama bagaimana kompetensi guru harus diorientasikan terhadap perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi dan masyarakat digital dewasa ini.
Bastian, Aulia Reza.
(2002) lebih lanjut, perubahan tempat belajar, yakni transisi dari era analog
ke era digital, juga dianggap penting. Di era digital, lingkungan belajar harus
diselaraskan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya
internet dan cybernet, yang memungkinkan pembelajar belajar secara mandiri,
dinamis dan tidak terikat oleh hanya satu tempat dan satu sumber belajar,
bahkan tidak tergantung pada guru pengajarnya saja, tetapi siswa dapat belajar
dari banyak guru, berbagai sumber di dunia maya.
Oleh karena itu, semua
elemen kompetensi guru yang cenderung memperlakukan siswa hanya berdasarkan
pengalaman, kemampuan, pengetahuan dan sumber-sumber belajar yang dimiliki
seorang guru, atau singkatnya mengukur potensi dan kemampuan siswa hanya dengan
otak seorang guru yang bersangkutan tidak relevan lagi (bandingkan dengan
Depdikbud, 2003). Tetapi dalam era digital dinamis ini guru harus menerapkan konsep
multy channel learning yang memperlakukan siswa sebagai pemelajar dinamis yang
dapat belajar dimana saja, kapan saja, dari siapa saja, dari berbagai sumber di
mana saja. Dalam hal ini guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator yang
menunjukkan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa, dan membuka kesempatan
pada siswa untuk dapat belajar dari berbagai sumber pembelajaran digital di
dunia global.
Kemajuan dalam belajar
dapat disesuaikan dengan kebutuhan tergantung pada ketersediaan akses
pengetahuan dan informasi, yang kini dapat diperoleh dengan mudah dan cepat,
yaitu dalam hitungan mouse click. Orientasi baru ini akan memberikan pengaruh
positif terhadap kemajuan kreativitas dan daya imajinasi pembelajar. Selain
itu, kemampuan berpikir kritis dan analitis pembelajar diharapkan dapat
ditingkatkan, misalnya dengan mengasah kemampuan mereka untuk menemukan dan
mengidentifikasi berbagai hal secara cepat di dunia maya. Semua ini akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan daya saing pembelajar itu sendiri. Selanjutnya
akan dibahas mengenai beberapa reorientasi baru pembelajaran yang dianggap
mempengaruhi visi, tanggung jawab, sensitivitas sosial dan kemampuan logika,
serta kejujuran guru. Semua ini bermuara pada reorientasi pada peran baru guru,
yaitu sebagai agen perubahan, pembaharuan pengetahuan dan konsultan
pembelajaran.
B.
KAJIAN TEORI
Peran
guru dalam pembelajaran yang memusatkan pada konstruksi, pencarian dan
penemuan; dahulu pendidikan diartikan sebagai sesuatu yang bersifat satu arah,
yang menuntut penyampaian informasi oleh seorang ahli dan pemerolehan
pengetahuan yang telah disiapkan, oleh siswa. Dalam hal ini, seorang guru
dianggap sebagai ahli yang mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan, sehingga
ia memiliki otoritas penuh. Di sisi lain, para siswa selalu dianggap sebagai
pelajar pasif, penerima apapun yang diajar oleh guru. Bennett (1993), pada era
TIK digital ini dibutuhkan sebuah orientasi baru dalam pendidikan yang
menekankan pada konstruksi aktif siswa melalui pencarian berbagai macam informasi
serta sumber-sumber lainnya yang berguna untuk kehidupan mereka dalam berbagai
situasi. Orientasi baru ini memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang
menuntut motivasi diri siswa (self-motivated) dan pengaturan diri sendiri
(self-regulated). Hal ini diperlukan dalam rangka konstruksi pengetahuan dan
pengalaman yang bisa diterapkan dalam konteks-konteks tertentu yang dihadapi
siswa. Untuk memperoleh pengetahuan ini dibutuhkan partisipasi aktif dalam
perkembangan pribadi melalui pendidikan interaktif dan aplikasinya, bukan
semata dengan “menyerap” secara pasif pengetahuan yang telah dirancang oleh
orang lain.
Peran
guru dalam pembelajaran yang menekankan pada kreativitas dan inisiatif;
pendidikan konvensional cenderung menampilkan kemampuan manual individu yang
mampu menyelesaikan tugas yang diberikan. Pemelajar yang mengikuti kebiasaan
dan jalur-jalur yang ditentukan, menggunakan sumber-sumber yang disediakan oleh
guru secara efektif, serta berada pada batas-batas yang telah dirancang,
dianggap mencapai hasil terbaik dalam metodologi ini.
Buchori,
Mochtar (1995) bagi yang mencari hal-hal baru dengan berbagai pilihan tidak
diuntungkan dalam hal ini. Kenyataan ini sering ditemukan dan erat hubungannya
dengan lingkungan sosial yang telah struktur secara keras dan kaku. Hal ini
tentu saja, tidak sesuai dengan lingkungan global saat ini, yaitu lingkungan
dengan perkembangan yang pesat dan cepat, lingkungan dengan tantangan yang
penuh dengan hal-hal yang tidak terduga dan melibatkan banyak hal dalam
jangkauan yang luas. Apa yang diperlukan dalam konteks ini adalah orang-orang
dengan kompetensi tingkat tinggi, yaitu orang kreatif, penuh inisiatif dan
intensif untuk memberikan solusi inovatif terhadap tantangan yang semakin
kompleks.
Peran
guru dalam pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan kerjasama;
masyarakat yang telah mencapai tingkat spesialisasi yang tinggi dengan beragam
profesi, membutuhkan interaksi yang lebih luas serta kerjasama dalam
menyelesaikan permasalahan. Sayangnya pembelajaran yang dirancang guru masih
cenderung untuk memenuhi kebutuhan dan harapan individu siswa, misalnya melalui
interaksi terencana di antara siswa dengan komputer, belum memenuhi tuntutan
dalam lingkungan belajar era digital global dewasa ini. Model pembelajaran yang
digunakan cenderung belum berhasil menciptakan interaksi yang dinamis, baik
kerjasama antar siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan berbagai sumber
pembelajaran. Lim, Cher-Ping and Tay, Lee-Yong (2006) pembelajaran yang
bersifat interaktif dan kolaboratif diharapkan mampu memperkaya pengalaman
belajar dengan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar melalui
pemberian masalah yang nyata dengan beragam sudut pandang dari berbagai aspek,
dan yang terpenting adalah pengalaman berbagi dan hidup bersama dalam
masyarakat.
Ketiga
peran baru dalam pembelajaran tersebut dapat dijadikan landasan untuk melakukan
kajian terhadap visi, tanggung jawab, sensitivitas sosial, kemampuan logis dan
kejujuran guru dalam masyarakat digital global dewasa ini. Berikut akan disarikan
beberapa pemikiran ke arah itu, yaitu:
1.
Visi guru; paradigma dalam pendidikan saat ini telah beralih dari paradigma
mengajar menuju paradigma belajar. Ini berarti bahwa pendidikan bukan lagi
mengenai bagaimana menyampaikan pengetahuan dan informasi kepada siswa, tetapi
tentang bagaimana membantu siswa untuk mencari danmenemukan (search-discovery)
informasi sendiri dan kemudian membantu siswa untuk mengkonstruksi dan
menciptakan (construction-invention) pengetahuan yang bermanfaat bagi diri mereka.
Guru tidak lagi bertanggung jawab atas pengetahuan yang disimpan dalam pikiran
para siswa, tetapi bagaimana siswa mampu membangun pengetahuan secara mandiri
(Geddis, 1993). Hal ini bukan berarti guru adalah pembantu yang pasif, tetapi
aktif dalam proses konstruksi tersebut, misalnya melalui penciptaan lingkungan
belajar yang berpegang pada prinsip multy channel learning. Dalam era digital
global dewasa ini, hal ini hendaknya menjadi visi yang jelas bagi guru,
bagaimana memperlakukan siswa dalam belajar;
2.
Tanggung jawab moral guru; pekerjaan utama guru tentu saja mengajar. Dalam
lingkup sosial, guru juga memiliki tanggung jawab dalam membangun konsep diri
siswa, misalnya tentang moralitas dan keanekaragaman etnik. Hal ini dapat
diberikan melalui persentasi norma-norma sosial dan hal-hal yang dilarang, baik
secara langsung melalui aspek-aspek pendidikan yang diajarkan, atau secara
tidak langsung melalui contoh-contoh penerapan. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang pesat serta tingginya tingkat keambiguan dalam
teknologi memberi peluang terjadinya berbagai masalah, misalnya cara interaksi
sosial yang tindakan maupun pada tingkah laku yang menyimpang. Salah satu sebab
adalah peningkatan isolasi bagi mereka yang berinteraksi secara berlebihan pada
internet dan sebagai konsekuensinya dapat menurunkan interaksi antar individu.
Lebih lanjut, kemungkinan konsekuensi negatif mengenai ketertutupan dan
pemisahan diri yang diakibatkan oleh akses global, mengakibatkan melemahnya
norma-norma sosial. Hal-hal selebihnya harus didiskusikan atau setidaknya
disadari yaitu kondisi dalam dunia pendidikan dimana interaksi banyak berpusat
pada teknologi informasi dan komunikasi;
3.
Sensitivitas sosial guru; dalam komunitas berbasis pengetahuan digital, terjadi
penekanan pada nilai-nilai finansial serta nilai-nilai ekonomis pada
pengetahuan. Sebagai contoh, di negara maju dimana komunitas digital berkembang
sangat pesat, telah disinyalir penurunan sensitivitas kemanusiaan dalam mata
kuliah di kampus, terutama pada ilmu-ilmu/ jurusan-jurusan sains yang berat.
Hal ini tidak begitu terjadi pada ilmu yang difokuskan pada penerapan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam mengembangkan
originalitas dan imajinasi, yakni seseorang harus menanamkan rasa kemanusiaan
dan sensitivitas sosial. Penerapan TIK digital dalam dunia pendidikan tidak
boleh mengurangi hal ini. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi guru
dalam dunia digital global dewasa ini. Untuk itu, guru perlu menjadi orang yang
literat dalam hal-hal digital sehingga mampu memahami serta siap dengan
lingkungan berteknologi tinggi yang mengelilingi mereka, serta yang akan
menjadi hal yang mereka sentuh langsung dalam dunia kerjanya. Literasi digital
guru tidak hanya berarti kemampuan untuk menumpulkan, memilih, memperbaiki dan
memproses informasi, tetapi juga untuk menilai dan menentukan kredibilitas
informasi. Dalam hal tertentu hasil perbaikan dan pemprosesan dapat berbeda
satu sama lainnya tergantung sensitivitas sosial guru tersebut. Oleh sebab itu
komunitas digital memerlukan guru yang memang literat, secara digital, dan juga
sensitif, secara sosial. Sensitivitas sosial dalam hal ini adalah kemampuan
untuk memperoleh pengetahuan budaya, serta sensitivitas untuk bekerja dengan
sukses dalam bidang pendidikan yang berubah sangat cepat;
4.
Reorientasi kemampuan logika dan kejujuran guru; guru harus memiliki kemampuan
untuk memberikan alasan-alasan secara logis dalam bidang ilmu yang diajarkan,
dengan cara membangun keahlian, dan memperbaharuinya sesuai dengan perkembangan
terbaru secara berkesinambungan. Sebagai tambahan, guru harus memiliki
kemampuan untuk menggunakan contoh-contoh nyata yang berkaitan dengan kehidupan
siswa dan menghubungkan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Guru harus
tanggap untuk tidak membuat siswanya merasa bosan dengan hanya menyampaikan
materi pelajaran secara searah seperti yang telah direncanakan. Tetapi guru
harus meningkatkan kreativitas tentang bagaimana siswa belajar mengkonstruksi
pengetahuan, misalnya bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang
memungkinkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dari berbagai sumber
pembelajaran, yang memungkinkan siswa membangun kompetensi mereka secara utuh,
dari kompetensi dasar sampai kompetensi tingkat tinggi (Sudiarta, 2007). Di
samping itu, di tengah tumpah ruahnya informasi dan sumber belajar digital yang
dapat diakses secara cepat dan luas, guru harus mampu menjadi pelopor kejujuran
dalam belajar, misalnya jujur dengan menunjukkan sumber bahan ajar digital yang
digunakan, jujur bahwa dia belum mengakses informasi digital tertentu yang
dibutuhkan, dan sebagainya. Berdasarkan keempat butir dalam masyarakat digital
global tersebut dapat diturunkan konsekuensi logis terhadap peran guru dalam
masyarakat digital global dewasa ini. Dalam hal ini guru dapat memiliki paling
tidak tiga peran penting dalam pendidikan berbasis digital global, yaitu
sebagai pembawa perubahan, pembaharu pengetahuan, serta konsultan pembelajaran
sebagai berikut. (1) pembawa perubahan; perubahan adalah hal yang kekal dalam
kehidupan. Manajemen perubahan tidak hanya berarti respon pasif pada perubahan
tersebut tetapi juga bagaimana seseorang dapat secara aktif dan intensif
merencanakan perubahan. Lehtinen (2006), dalam konteks ini peran guru harus beranjak
dari ‘penyedia jawaban’, yaitu seseorang yang memproses dan menyajikan
pengetahuan yang diperlukan dalam menghadapi perubahan, menjadi ‘pembawa
perubahan’ yaitu orang yang membantu siswa dalam menemukan pengetahuan yang
diperlukan untuk menghadapi perubahan, serta membantu mereka agar mampu secara
aktif mengatur strategi perkembangan pribadi. Dengan kata lain, peran guru
dalam era pengetahuan digital, yaitu mengatasi potensi keterkejutan akan
perubahan, membantu siswa memulai visi baru untuk masa depan, memotivasi
kepemimpinan bagi mereka agar mampu membantu dirinya dalam memulai perannya
masing-masing, serta membantu mereka agar mampu melanjutkan program
pengembangan diri. (2) pembaharu pengetahuan, perkembangan informasi telah
banyak didesentralisasi sejak era perkembangan komputer. Makin pesatnya
teknologi jaringan digital diikuti ‘prinsip keterbukaan informasi’ memungkinkan
orang-orang untuk bertukar informasi dan berbagi banyak sumber/ berbagai sumber
(information exchange and resource sharing).
Tantangan
guru di era digital; guru sampai sekarang masih banyak memakai produk 80-an,
sementara muridnya sudah memakai produk kontemporer. Akibatnya, para murid
berbeda secara radikal dengan para guru, karena banyak terjadi
ketidaknyambungan di sana-sini. Kita tahu bahwa murid sekarang tidak lagi cocok
dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, praksis di lapangan, para guru masih
tidak memahami hal ini. Banyak guru kita yang lambat sekali mengejar laju
modernisasi pendidikan. Yang terjadi kemudian adalah murid sudah mampu menerima
informasi secara cepat dari berbagai sumber multimedia, sementara banyak guru
acapkali memberikan informasi dengan lambat dan dari sumber-sumber terbatas.
Para murid suka melihat gambar, mendengarkan musik dan melihat vidio terlebih
dahulu sebelum melihat teksnya, sementara guru memberikan teks terlebih dahulu.
Para murid suka melakukan kegiatan kebersamaan sekaligus, seperti menyelesaikan
tugas sambil mendengarkan musik dari laptop, sementara guru cenderung
menghendaki untuk melakukan satu hal saja pada satu waktu.
Murid
ingin mengakses informasi multimedia hyperlink secara acak, sedangkan guru
lebih suka menyediakan informasi secara linear, logis dan lempang. Murid
menyukai interaksi simultan dengan banyak orang, sementara guru menginginkan
muridnya bekerja secara independent. Murid menyukai pelajaran yang relevan,
menarik dan dapat langsung digunakan (instan), gurunya ingin mengikuti
kurikulum dan memenuhi standarisasi. Fenomena ini seolah menjadi pil pahit yang
harus kita telan bersama. Geliat dunia virtual yang dewasa ini lebih
digandrungi oleh anak didik kita menjadikan guru harus berpikir ulang untuk
menata sistem mengajar yang relevan, inovatif dan adaptif.
Kita
cermati di masyarakat atau sekolah, murid sekarang selain mengikuti materi
secara face to face terhadap guru di sekolahan, mereka juga memiliki guru yang
luar biasa ampuh di ruang virtual, yaitu “Google”. Mesin pencari Google ini
mampu memfasilitasi pencarian ilmu pengetahuan dengan sangat cepat dan praktis.
Google yang diciptakan oleh Larry Page dan Sergey Brin pada tahun 1995 seolah
membalikkan sekat keterbatasan informasi. Para siswa dapat menggali informasi
apa saja dari seluruh belahan dunia tanpa harus bercapek-capek. Cukup duduk
manis, “klik”, dalam hitungan detik akan muncul apa yang diinginkan.
Apalagi
fenomena jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Jejaring sosial yang
sedang marak digandrungi masyarakat ini juga berpotensi besar menggeser peran
guru sebagai seorang pendidik yang salah satu fungsinya adalah menyebarkan
informasi dan ilmu pengetahuan. Betapa tidak, melalui dunia virtual, siswa
mampu dengan mudah bergaul, berkonsultasi, bertegur dan bersapa ria, dan
menggali relasi dari siapa saja lewat layanan catting yang tersedia.
Oleh
karena itu, kondisi riil abad 21 ini akan menjadi tantangan atau bahkan ancaman
tersendiri bagi guru. Sebab, guru yang datang dari dunia pra-digital akan
sangat kualahan menghadapi murid era digital. Kenyataan yang terjadi guru akan
menemui kesulitan dalam membangun komunikasi yang efektif dengan anak-anak.
Karena kebiasaan dan cara belajar mereka sering berbeda. Hal inilah yang
acapkali membuat kedua belah pihak, murid di satu pihak dan guru di lain pihak,
sama-sama frustrasi.
Strategi
mengatasi tantangan; sistem pendidikan yang masih terjebak pada otoritas
struktural-birokratis harus segera dibenahi. Daya kreasi dan inovasi seorang
guru harus segera dimunculkan. Guru era digital tidak boleh mengikuti kurikulum
yang baku dan kaku. Sebab, kenyataan dari banyaknya sistem pembelajaran yang
berlangsung, guru masih berkutat pada apa-apa yang tengah dicetuskan oleh
pemerintah, di mana ketika guru mengajar hanya terpaku pada target kurikulum
yang kaku dan mekanistis. Dengan demikian, banyak kita temukan tipe-tipe guru
kurikulum, yakni guru yang melihat tolok ukur keberhasilan dipusatkan pada
angka kuantitatif yang diperoleh dalam evaluasi saja.
Fenomena
ini tentu memberikan pengertian bahwa eksistensi guru dari satu sisi akan
mengalami ancaman, karena guru akan kehilangan pekerjaan dan ditinggalkan
muridnya. Namun disisi lain, guru justru banyak sekali mendapat peluang apabila
mampu meningkatkan profesionalitas dan kapabilitasnya.
Dengan
kata lain, jika guru belum dapat sepenuhnya masuk di era digital, mereka dapat
menjadi jembatan revolusi. Yakni, dengan cara menjadikan dirinya sebagai
motivator, yang menggerakkan anak didik pada sumber belajar yang dapat diakses.
Sebagai dinamisator, yakni memantau anak didik agar mengembangkan kreativitas
dan imajinasinya. Sebagai evaluator dan justifikator, yaitu dapat menilai dan
memberi catatan, tambahan, perbendaharaan, dan sebagainya terhadap temuan
siswa. Dengan strategi ini, guru tidak akan ditinggalkan muridnya. Setidaknya
guru masih mampu bertahan dengan membangun potensi dan profesionalitasnya.
Harus diakui, di abad informasi dan digital seperti sekarang. Sebagaimana
pendapat Bennett, N. (1993) kehidupan akan ditandai lima kecenderungan: (1)
adanya kecenderungan penggunaan teknologi tinggi (high technology) khususnya
teknologi komunikasi dan informasi; (2) kecenderungan interdependensi
(kesaling-tergantungan); (3) kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam
bidang kebudayaan (new colonization in culture). Artinya, pola pikir (mindset)
masyarakat pengguna pendidikan mengalami pergeseran; (4) cenderung untuk saling
berintegrasi dalam kehidupan ekonomi dan kecenderungan untuk saling berpecah
belah (fragmentasi) dalam bidang politik; (5) tahun-tahun mendatang sebagai
akibatnya akan lahir gaya hidup baru yang mengundang akses-akses tertentu.
C. PEMBAHASAN
Paradigma
baru dalam pembangunan pendidikan di Indonesia, misalnya melalui jaringan
INHERENT (Indonesia Higher Education Network) oleh DIKTI, dan Jardiknas oleh
Depdiknas (Sudiarta, 2007). Hal ini telah menggantikan prinsip ketertutupan
informasi yang berada di bawah kuasa tangan orang-orang tertentu. Kreasi
pengetahuan oleh beberapa orang kreatif telah pada puncaknya dan harus
memberikan jalan pada pengetahuan itu sendiri untuk dibagi oleh orang-orang
dalam jaringan, sehingga mereka mampu untuk berbagi ide berdasarkan kreativitas
dan imajinasi mereka sendiri.
Dalam
lingkungan perubahan ini peran guru seharusnya tidak bersifat parsial pada
kantong jaringan ilmu yang berisi ilmu-ilmu yang diproses atau ‘otak super’
yang berfungsi sebagai sumber ilmu pengetahuan; tetapi lebih pada pembaharu
pengetahuan yang menyediakan navigasi atau pengarah pada sumber-sumber
pengetahuan yang berguna.
Oleh
sebab itu dalam komunitas digital guru hendaknya tidak mengajarkan pengetahuan
secara terpisah, tetapi mengajarkan metode penemuan dimana dan dengan cara
seperti apa informasi dan sumber-sumber dapat diperoleh, serta mengajarkan
caracara memproses pengetahuan dan mengaplikasikannya untuk memecahkan
permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari; (3) konsultan pembelajaran,
guru masa depan adalah guru-guru yang ahli dalam bidang-bidang mereka. Mereka
memegang peranan yang sangat penting sebagai konsultan pembelajaran yang
mendiagnosa berbagai masalah yang dihadapi siswa, serta menyediakan
metode-metode yang membantu aktivitas belajar. Untuk peran ini guru perlu
pengetahuan dan keterampilan untuk mencocokkan, menemukan, mengembangkan dan
mengaplikasikan berbagai metodologi pembelajaran. Secara khusus, dalam
menggunakan berbagai sumber pembelajaran digital, guru perlu menjadi literat
dalam dunia digital, memiliki kemampuan untuk mencari, mengevaluasi,
memperbaiki, memproses dan menggunakan informasi digital.
Beberapa
hal yang termasuk keberaksaraan digital antara lain kemampuan berbagi hasil
pembelajaran dengan orang lain, serta membangun dan mempertahankan berbagai
komunitas cyber. Keberaksaraan digital adalah syarat mutlak dalam pengembangan
dunia digital dan vitalisasi kehidupan digital, serta juga merupakan salah satu
kemampuan mendasar untuk membantu generasi muda masa depan dalam berinteraksi
di ruang cyber. Guru dengan keberaksaraan digital memegang peran yang sangat
penting sebagai konsultan pembelajaran untuk membantu siswa dalam pemerolehan
informasi, navigasi informasi dan berbagi informasi.
Sanjaya
(2006), peran guru dalam pembelajaran era digital ada tujuh yakni: (1) guru
sebagai sumber belajar; peran guru sebagai sumber belajar berkaitan dengan
kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran. Sehingga ketika siswa
bertanya, dengan sigap dan cepat tanggap, guru akan dapat langsung menjawabnya
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswanya; (2) guru sebagai
fasilitator; peran guru dalam memberikan pelayanan kepada siswa untuk dapat
memudahkan siswa menerima materi pelajaran. Sehingga pembelajaran menjadi efektif
dan efisien; (3) guru sebagai pengelola; dalam proses pembelajaran, guru
berperan untuk memegang kendali penuh atas iklim dalam suasana pembelajaran.
Diibaratkan seperti seorang nahkoda yang memegang setir kemudi kapal, yang
membawa jalannya kapal ke jalan yang aman dan nyaman. Guru haruslah menciptakan
suasana kelas yang nyaman dan kondusif. Sehingga siswa dapat menerima
pembelajaran dengan nyaman; (4) guru sebagai demonstrator; berperan sebagai
demonstrator maksudnya disini bukanlah turun ke jalan untuk berdemo. Namun yang
dimaksudkan disini adalah guru itu sebagai sosok yang berperan untuk
menunjukkan sikap-sikap yang akan menginspirasi siswa untuk melakukan hal yang
sama, bahkan lebih baik; (5) guru sebagai pembimbing; perannya sebagai seorang
pembimbing, guru diminta untuk dapat mengarahkan kepada siswa untuk menjadi
seperti yang diinginkannya. Namun tentunya, haruslah guru membimbing dan
mengarahkan untuk dapat mencapai cita-cita dan impian siswa tersebut; (6) guru
sebagai motivator; proses pembelajaran akan berhasil jika siswa memiliki
motivasi didalam dirinya. Oleh karena itu, guru juga berperan penting dalam
menumbuhkan motivasi dan semangat dalam diri siswa untuk belajar; (7) guru
sebagai elevator; setelah melakukan proses pembelajaran, guru haruslah
mengevaluasi semua hasil yang telah dilakukan selama.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dalam
komunitas digital global hendaknya paling tidak dilakukan 3 (tiga)
pembelajaran, yaitu: (a) pembelajaran yang memusatkan pada konstruksi pencarian
dan penemuan, (b) pembelajaran yang menekankan pada kreativitas dan inisiatif,
dan (c) pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan kerjasama
Peran
guru dalam pembelajaran era digital ada tujuh yakni: (a) guru sebagai sumber
belajar; peran guru sebagai sumber belajar berkaitan dengan kemampuan guru
dalam menguasai materi pelajaran. (b) guru sebagai fasilitator; peran guru
sebagai fasilitator dalam memberikan pelayanan kepada siswa untuk dapat
memudahkan siswa menerima materi pelajaran. (c) guru sebagai pengelola; dalam
proses pembelajaran, guru berperan untuk memegang kendali penuh atas iklim
dalam suasana pembelajaran; (d) guru sebagai demonstrator; berperan sebagai
demonstrator maksudnya disini bukanlah turun ke jalan untuk berdemo. Guru itu
sebagai sosok yang berperan untuk menunjukkan sikap-sikap yang akan
menginspirasi siswa untuk melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik; (e) guru
sebagai pembimbing; perannya sebagai seorang pembimbing, guru diminta untuk
dapat mengarahkan kepada siswa untuk menjadi seperti yang diinginkannya; (f)
guru sebagai motivator; proses pembelajaran akan berhasil jika siswa memiliki
motivasi didalam dirinya; (g) guru sebagai elevator; guru haruslah mengevaluasi
semua hasil yang telah dilakukan selama proses pembelajaran.
Tantangan
guru di era digital; guru sampai sekarang masih banyak memakai produk 80-an,
sementara muridnya sudah memakai produk kontemporer. Akibatnya, para murid
berbeda secara radikal dengan para guru, karena banyak terjadi
ketidaknyambungan di sana-sini. Kita tahu bahwa murid sekarang tidak lagi cocok
dengan sistem pendidikan abad 20. Namun, praksis di lapangan para guru masih
tidak memahami hal ini. Banyak guru kita yang lambat mengejar laju modernisasi
pendidikan. Yang terjadi kemudian adalah murid sudah mampu menerima informasi
secara cepat dari berbagai sumber multimedia, sementara banyak guru acapkali
memberikan informasi dengan lambat dan dari sumber-sumber terbatas. Strategi
mengatasi tantangan; sistem pendidikan yang masih terjebak pada otoritas struktural-birokratis
harus segera dibenahi. Daya kreasi dan inovasi seorang guru harus segera
dimunculkan. Guru era digital tidak boleh mengikuti kurikulum yang baku dan
kaku. Sebab, kenyataan dari banyaknya sistem pembelajaran yang berlangsung,
guru masih berkutat pada apa-apa yang tengah dicetuskan oleh pemerintah, di
mana ketika guru mengajar hanya terpaku pada target kurikulum yang kaku dan
mekanistis. Dengan demikian, banyak kita temukan tipe-tipe guru kurikulum.
Yakni guru yang melihat tolok ukur keberhasilan dipusatkan pada angka
kuantitatif yang diperoleh dalam evaluasi saja. Jika guru belum dapat
sepenuhnya masuk di era digital, mereka dapat menjadi jembatan revolusi. Yakni,
dengan cara menjadikan dirinya sebagai motivator, yang menggerakkan anak didik pada
sumber belajar yang dapat diakses. Sebagai dinamisator, yakni memantau anak
didik agar mengembangkan kreativitas dan imajinasinya. Sebagai evaluator dan
justifikator, yaitu dapat menilai dan memberi catatan, tambahan, perbendaharaan
dan sebagainya terhadap temuan siswa.
2. Saran-saran
Untuk
semakin meningkatkan literasi guru dalam teknologi informasi dan komunikasi
dalam rangka membangun pendidikan berbasis komunitas pemelajar digital, guru
sebagai pengelola; dalam proses pembelajaran, guru berperan untuk memegang
kendali penuh atas iklim dalam suasana pembelajaran era digital.
Guru
di era digital tidak boleh mengikuti kurikulum yang baku dan kaku. Literasi
guru hendaknya dapat dilakukan dengan melibatkan mereka secara sistematik dan
berkelanjutan dalam pengembangan komunitas digital misalnya melalui
jaringanjaringan belajar digital lainnya.
Jika
guru belum dapat sepenuhnya masuk di era digital, mereka dapat menjadi jembatan
revolusi. Yakni, dengan cara menjadikan dirinya sebagai motivator, yang
menggerakkan anak didik pada sumber belajar yang dapat diakses. Sebagai
dinamisator, yakni memantau anak didik agar mengembangkan kreativitas dan
imajinasinya.
DAFTAR
PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Bastian,
Aulia Reza. (2002). Reformasi Pendidikan: Langkah-Langkah
Pembaharuan dan Pemberdayaan Pendidikan Dalam rangka Desentralisasi Sistem
Pendidikan Indonesia.
Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Buchori, Mochtar. (1995). Transformasi Pendidikan. Pustaka Sinar Harapan.
Bennett,
N. (1993). Knowledge Bases for Learning
To Teach. Dalam N. Bannett & C. Carre (Eds.), Learning to teach (h.
1-17). New York: Routledge.
Depdikbud.
(2003). Seri Kebijaksanaan Depdikbud:
Sistem Pengadaan, Pemanfaatan dan Pembinaan Guru
Geddis,
A. N. Et. Al. (1993). Transforming
Content Knowledge: Learning to Teach about Isotopes. Science Educational,
77, 6, 575-591.
Karim
dan Saleh Sugiyanto. (2006). Menampung
Anak Usia Sekolah: Antara Target dan Kemampuan”Prisma No.2.Th.V.Jakarta.
LP3S.
Lehtinen,
Erno. (2006). Using ICT as Catalyst for
Change in The Education. University of Turku and EARLI.
Lim,
Cher-Ping and Tay, Lee-Yong. (2006). Using
ICT Tools to Engage Students in Higher-Order Thinking Skills. Singapore:
Nanyany Technological University and River Valley Primary School,
Sanjaya,
Wina (2012). Strategi Pembelajaran:
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sudiarta.
(2007). Pemanfaatan Teknologi OSS dalam pengembangan E-Kampus, makalah
disampaikan dalam seminar nasional Indonesia Go Open Source dalam meningkatkan
daya saing Bangsa, di Denpasar 24-25 Mei 2007.
Tapscott,
D. (1997). The Digital Economy: Promise and Peril in The Age of Networked
Intelligence. New York: McGraw-Hil
2. Tugas Mandiri
Jawablah
pertanyaan soal latihan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
A.
Apa saja bentuk pemanfaatan teknologi dan media informasi yang Anda lakukan di
kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran abad 21? Coba jelaskan secara singkat!
B.
Berilah contoh konkret pemanfaatan teknologi dan media informasi pada
pembelajaran abad 21?
C.
Berikan ilustrasi akan pesatnya kemajuan pemanfaatan teknologi dan media
informasi yang sudah Anda laksanakan pada pembelajaran abad 21?
D.
Sebutkan dan jelaskan beberapa kemampuan yang dapat dikembangkan guru untuk
menunjukkan potensinya terkait tugas dan perannya di era digital abad 21!
E.
Sebutkan dan jelaskan peran guru di era digital abad 21 sesuai Standar
Teknologi Pendidikan Nasional untuk Guru (National Educational Technology
Standards for Teacher)/NETS-T!
Jawaban :
A.
Ada dua bentuk kegiatan belajar yang
dapat dilakukan dengan memanfaatkan media digital berbasis komputer dintaranya:
1.
Interactive tools atau media peralatan interaktif.
Peserta
didik di era digital menggunakan perangkat nirkabel bergerak (internet) dengan
berbagai cara di dalam dan di luar aturan sekolah yaitu dengan memanfaatkan
teknologi dan media informasi internet kapanpun dan dimanapun saat diperlukan. Ponsel
pintar (android), tablet, dan laptop yang terhubung dengan saluran internet
dapat digunakan untuk mengirim pesan berupa video, pesan suara, dan animasi.
Selain itu juga dapat dimanfaatkan siswa untuk mendengarkan dan melihat video
terkait pelajaran, mendengarkan musik, mencari informasi berita dan olahraga,
serta untuk menonton video dan film musik terbaru yang diminati siswa.
2. Interacting
with others (berinteraksi dengan orang lain).
Penggunaan
media komputer berbasis internet memudahkan siswa untuk mencari sumber belajar
dengan mudah dan cepat dimanapun dan kapanpun. Ponsel pintar (android), tablet,
dan laptop yang terhubung dengan saluran internet dapat digunakan untuk
mengirim pesan berupa video, pesan suara, dan animasi. Selain itu juga dapat
dimanfaatkan siswa untuk mendengarkan dan melihat video terkait pelajaran,
mendengarkan musik, mencari informasi berita dan olahraga, serta untuk menonton
video dan film musik terbaru yang diminati peserta didik.
B.
Contoh pemanfaatan media dan informasi
digital dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik adalah Terjalinnya
komunitas belajar berbasis web terhadap semua peserta didik diseluruh penjuru
dunia diantaranya
1. pembuatan
blog
Contohnya pembuatan blog tentang materi
bahasa Inggris di mana mereka secara teratur bertukar komentar dan tautan
terkait materi Bahasa Inggris dengan peserta didik lain yang berada di seluruh
penjuru dunia
2. pemanfaatan
media wiki (informasi web yang dapat diedit oleh pengguna yang terdaftar)
Siswa tingkat sekolah menengah
menggunakan wiki untuk berinteraksi dengan mahasiswa yang menanggapi kegiatan
menulis mereka.
3. pemanfaatan
podcast (file multimedia berbasis internet yang diformat untuk dapat diunduh
langsung ke perangkat seluler)
Peserta didik sekolah menengah kelas
sastra di Amerika mengunggah podcast wawancara dengan penulis terkemuka ke
situs web kelas
C.
Ilustrasi dari pesatnya penggunaan media
dan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari pada abad 21 ditandai dengan
peningkatan penggunaan media sosial untuk melakukan interaksi sosial terkait
komunitas belajar peserta didik diseluruh penjuru dunia. Pemanfaatan alat-alat
media informasi dan komunikasi digital dalam kehidupan sehari-hari ini menjadi
semakin popular seiring dengan perkembangan zaman. Hal ini sesuai dengan
laporan Nielsen pada tahun 2012 yang menunjukkan adanya peningkatan penggunaan
teknologi terutama pada situs media sosial. Wikipedia juga tidak kalah popular
yaitu dengan tercatat lebih dari 3 juta entri pengguna media tersebut yang
tersedia dalam lebih dari 200 bahasa per Maret 2013.
D.
Ada empat kemampuan yang harus dimiliki
guru dalam pengembangan pembelajaran di era digital Peran guru dalam pembelajaran
di era digital,diantaranya:
1)
Interactive Instruction (Pembelajaran Interaktif) Pembelajaran ini menunjukkan
bahwa kegiatan seorang guru di era digitalberisi presentasi yang kaya akanmedia
interaktif. Sebagai contohkegiatan konferensi video digital secara langsung
yangmendatangkan narasumber seorang sejarawan, novelis, dan pakar di dalam
pembelajaran kelas. Catatan dan peta konsep dari sesi brainstorming terekam
dalam media digital berupa laptop atau notebook dan secara instantlangsung
dapat dikirim melalui email kepada peserta didik. Penyajian media bentuk ini
biasa berupa PowerPoint atau Prezi Presentation yang mengintegrasikan animasi,
suara, dan hyperlinks dengan informasi digital.
2)
Personal Response System (PRS) Guru digital menggunakan perangkat digital
handlehand, seperti personal response system(PRS) atau biasa disebut sebagai
“Clicker.” PRS merupakan sebuah keypad wireless(tanpa kabel) seperti remot TV
yang mentransmisikan respon dari siswa. Karena setiap PRS diperuntukkan pada
siswa yang ditunjuk, maka sistem PRS dapat digunakan untuk mengecek
kehadiran/presensi siswa. Manfaat utama PRS adalah untuk mengetahuisetiap
respon dari siswa dalam berbagai macam keadaan.
3)
Mobile Assessment Tools Sumber komputasi seluler (mobile computing resources)
memungkinkan guru untuk merekam data assessmen siswa secara langsung dalam
perangkat seluler (mobile Device) yang mentransfer data ke komputer untuk
membuat laporan. Sebagai contoh, perangkat digital seluler digunakan untuk
membuat catatan operasional kemampuan membaca siswa SD atau data kinerja siswa
yang diobservasi dalam presentasi, eksperimen di laboratorium, atau tugas
tulisan tangan siswa. Guru dapat terus melakukan instruksi secara individual
karena ketersediaan hasil belajar langsung dapat diketahui. Data penilaian
mudah diunduh ke situs web yang aman dan dilindungi kata sandi yang menawarkan
berbagai opsi laporan dari seluruh siswa di kelas hingga siswa secara
perorangan.
4)
Community of Practice(Komunitas Praktik) Guru di era digital juga
berpartisipasi dalam kegiatan community of practice(COP), di mana kelompok
pendidikatau guruyang mempunyai tujuan sama dari seluruh bangsa dan negara di
dunia saling berbagi ide dan sumber daya.Interaksi berbasis Internet ini
memungkinkan guru untuk berkolaborasi dan bertukar gagasan dan materi.
Komunitas praktik dapat mencakup pendidik yang mengajar dengan subjek
pelajaransama, atau tingkat kelassiswadengan kebutuhan yang sama, seperti
integrasi teknologi, manajemen kelas, atau bekerja sama dengan siswa berbakat.
E.
Peran guru sesuai Standar Teknologi Pendidikan Nasional untuk Guru (National
Educational Technology Standards for Teacher/NETS-T) diantaranya:
1. Memfasilitasi dan Menginspirasi Pembelajaran
dan Kreativitas Siswa.
Guru menggunakan pengetahuan mereka
tentang materi pelajaran, pengajaran dan pembelajaran, dan teknologi untuk
memfasilitasi pengalaman yang memajukan pembelajaran siswa, kreativitas, dan
inovasi baik di lingkungan tatap muka dan virtual.
2. Merancang
dan Mengembangkan Pengalaman dan Penilaian Pembelajaran Digital-Age. Guru
merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi pengalaman belajar otentik dan
penilaian yang menggabungkan alat dan sumber daya kontemporer untuk
memaksimalkan pembelajaran konten dalam kontak dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diidentifikasi dalam NETS-S.
3. Model
Kerja dan Belajar Digital-Age. Guru menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan
proses kerja yang mewakili profesional inovatif dalam masyarakat global dan
digital.
4. Mempromosikan
dan Model Digital Citizenship dan Tanggung Jawab Guru memahami masalah dan
tanggung jawab sosial lokal dan global dalam budaya digital yang berkembang dan
menunjukkan perilaku hukum dan etika dalam praktik profesional mereka.
5. Terlibat
dalam Pertumbuhan Profesional dan Kepemimpinan. Guru secara terus-menerus
meningkatkan praktik profesional mereka, memodelkan pembelajaran seumur hidup,
dan memamerkan para pemimpin dalam komunitas sekolah dan profesional mereka
dengan mempromosikan dan mendemonstrasikan penggunaan alat-alat digital dan
sumber daya secara efektif.
No comments:
Post a Comment